Cerpen lucu “Mimpi Bayam”

Mimpi Bayam

“Kamu harus doyan makan sayur, Dhim! Masa tiap hari maunya makan sama telur…, telur lagi telur lagi,” Ibu memulai kicauan tengah hari. Membuat Dhimas buru-buru beringsut ke ruang tamu dan menyalakan televisi.

            “Gimana kamu nggak loyo dan malas…, kurang vitamin, kurang makan sayur! Lemes.., kayak anak nggak keurus!”

            Hhh.., ini gara – gara tadi ia membuka tudung saji di meja makan, dan hanya mendapati sayur bayam, kentang balado dan tempe goreng. Lalu tercetuslah protes, “yaaa…, lauknya kok ginian? Minta telur ceplok deh,Bu”. Dalam tiga detik langsung kicauan itu yang terdengar.

            “Dhimas? Nggak jadi makan?” seru Ibu.

            Dhimas tak menjawab. Cemberut mengganti saluran televisi.

            “Hei? Ayo, paksakan dong, doyan apa aja!” Ibu sudah menyusulnya ke ruang tamu. “Jangan manja!”

            “Kalau Dhimas doyannya cuma telur, gimana? Masa mesti dipaksa?” bantah Dhimas.

            “Iya harus dipaksakan. Tubuhmu perlu berbagai protein, Dhim!” keluh Ibu,”nggak Cuma dari telur aja. Perlu vitamin dan nutrisi. Kalau kamu doyan apa saja kebutuhan tubuhmu tercukupi! Ibu sudah berusaha masak menu berganti-ganti meskipun sederhana. Lha , tapi kamu maunya Cuma teluuuuuuurr aja…,Dhim!

            “Wah bakalan panjang!” Dhimas mengeluh diam-diam.

            “Ibu sudah masak sayur bayam. Coba dulu,deh…enak! Pake temu kunci dan kencur…mmm, aromanya enak. Apalagi pake jagung manis dan wortel. Coba dulu,ya?”

            Dhimas menggeleng.

            “Ya, sudah! Terserah! Dasar anak kolokan!” Ibu menggerutu. Membuat dahi Dhimas berkerut-kerut. Kok jadi Ibu yang sewot! Lha, gimana kalo nggak suka? Dipaksa juga pasti nggak ketelen! Ibu ada-ada aja!

            Ia kembali menggonta-ngganti chanel televisi. Rebahan di sofa sambil menahan kantuk dan lapar. Tak ada acara yang menarik!

            Bayam? Hahh…, kayak popeye aja!

            Ia termangu. Karena perutnya sudah sangat keroncongan akhirnya diambilnya piring. Apa boleh buat. Biarin deh, makan bayam sama kentang balado dan tempe goreng. Tapi ternyata kentang balado terlalu pedas. Ia tak suka pedas. Akhirnya pilihan terakhir, terpaksa deh makan hanya dengan bayam plus tempe goreng! Ibu kejam betul,dehh!!

            Sesuap, dua suap…, terasa aneh di lidah dan tenggorokan. Tapi ia memaksakan juga. Sampai akhirnya habis sepiring sudah. Ia tertegun memandangi piringnya yang kosong! Akhirnya, lulus juga dia dengan sayur bayam!

            Baru saja ia meletakkan piring kosong di dapur ketika didengarnya suara Adri  berteriak memanggilnya dari teras.

            “Ada apa, Dri?”

            Wajah Adri pucat. Napasnya tersengal. Seperti habis lari marathon.

            “Haris nantang kita!” katanya.

            Dhimas ingat, dua minggu yang lalu Haris tersinggung waktu ia tak sengaja menyenggol tangannya di kantin. Meski Dhimas sudah minta maaf, tapi Haris terus-terusan tak terima. Haris menganggapnya lancang, sudah berani-berani menyenggolnya. Haris memang troublemaker, tukang berkelahi. Tapi cewek-cewek malah banyak yang naksir sama dia. Konon karena Haris pintar dan royal pada cewek.

            Akhirnya kemarin lalu, Dhimas merasa gerah juga dan secara sesumbar dia menantang, “emang cuma lu doang, jagoan berantem?”

            Ternyata tantangannya mendapat sambutan siaga cepat! Waduhh!

            “Trus?” tanyanya.

            “Lu dicariin, tuh…! Kalo lu sampe nggak dateng, jempol terbalik buat lu! Lu sih, pake nantangin kemarin!”

            Dhimas kecut juga. Badan Haris kan gede! Lengannya aja kokoh banget! Bisa remuk deh sekali kibas! Dhimas resah. Gengsi banget kalau harus mengakui kalo ia takut.

            “Hei, mana yang berani sama gue?” tiba-tiba Haris muncul, berdiri gagah di pintu pagar rumahnya.

            Dhimas celingukan ke dalam. Takut kalau-kalau Ibu mendengar.

            “Gimana?” desis Adri yang sudah sangat pucat.

            Masa lapor sama Ibu, kalau ia ditantang berkelahi?? Hii…, cemen betul! Ini harga dirinya. Apalagi ia sendiri yang kemarin menantang Haris. Ia harus konsekwen.

 

***

            Di lapangan dekat rumpun bambu di tepi kali mereka bertemu. Haris dengan dada bidang dan lengan kokoh siap menerima aksi dari Dhimas. Tapi Dhimas tetap terdiam di tempat dengan gemetaran. Berdoa puluhan kali, menghimpun nyali! Sampai Haris tak sabar lagi. Dia duluan yang bergerak melempar aksinya.

            Krekh! Sekali plintir, lengan Dhimas terkilir. Dhimas kesakitan. Sekuat tenaga dicobanya melepaskan diri, meski ia tahu ia tak akan mampu. Tubuhnya kecil dan ototnya tak sekuat Haris. Dhimas terus berusaha. Hei, tiba-tiba ia merasakan lengannya begitu ringan melepaskan diri dari jepitan lengan Haris. Lalu sebuah kekuatan ia rasakan tiba-tiba mengalir, membuatnya mampu menjatuhkan Haris dalam dua kali gerakan!

            Haris terjepit, di antara cekalan tangan Dhimas serta gerakan kaki Dhimas yang mengunci tubuh Haris yang tersungkur. Dhimas menikmatinya dengan puas. Eitt, tapi ia sendiri heran.., darimana datangnya kekuatan itu?

***

            Bayam? Masa? Ah, kenapa ia jadi percaya cerita kartun begitu? Dhimas memandangi sisa sayur bayam di mangkuk. Sebelum berkelahi dengan Haris, bukankah ia menghabiskan setengah mangkuk sayur bayam? Tapi…??

            “Bayam untuk meningkatkan darah rendah, mencegah anemia.” ujar Adri di telepon. “Karena kalium dan zat besinya tinggi.”

            Entah darimana ide itu Dhimas segera melesat ke warung sayur, membeli seikat bayam. Di rumah, ia menyiangi daun bayam itu hingga bersih lalu segera membuka-buka ensiklopedia dan browsing di internet. Lalu…. daun bayam itu ditumbuk hingga halus, menambahkan 1 sendok makan jeruk nipis dan disaring. Kemudian menambahkan 1 sendok makan madu dan sebutir telur ayam kampung. Diminumnya ramuan itu. Nggak enak! Tapi dia harus siap-siap untuk menerima tantangan Haris lagi!

            Seminggu berturut-turut Dhimas meminum ramuan itu. Tentunya jangan sampai terlihat Ibu dan siapapun! Ia mulai merasakan badannya jauh lebih segar, otot dan persendiannya mulai kuat. Rasanya ia sehat betul!

            Ibu mulai heran, karena belakangan selalu ada bayam di kulkas. Tapi Ibu senang karena akhirnya tahu bahwa Dhimas mulai menyukai bayam.

***

            Dhimas semakin keranjingan makan bayam. Tak hanya dibuat sayur bening, sampai Ibu bosan karena tiap hari membuat sayur bayam, tapi juga dimakan sebagai lalap.. dan.. Dhimas mulai uji coba dengan bayam! Ia pergi ke salah seorang kawannya yang jago soal penelitian. Bayam-bayam itu diblender, disuling dan disaring. Hasil penyaringannya dibuat sebagai obat infus yang disuntikkan ke tubuh Dhimas. Infus daun bayam merah 30% per oral dapat meningkatkan kadar besi serum, haemoglobin, dan haematokrit, sehingga Dhimas menjadi jauh lebih kuat.

            Haris telah mengalami tiga kali kekalahan saat berkelahi dengan Dhimas. Itu membuat Dhimas makin yakin bahwa kekuatan bayam sangat ampuh untuknya.

            Tapi malam itu, Dhimas merasakan keanehan. Seluruh sendi-sendi tubuhnya bagai ngilu dan tertusuk-tusuk. Saat ia membuka mata, alangkah terkejutnya, seluruh kulitnya telah ditumbuhi jarum. Dhimas menjerit. Tapi jeritannya bagai tak didengar orang serumah, sementara jarum itu kian banyak memenuhi tubuhnya. Semakin panjang jarum itu muncul ke permukaan kulitnya, semakin bentuknya bukan jarum lagi. Tapi…, akar bayam! Menjalar memenuhi setiap inci tubuhnya. Akar itu makin mengeras, membuat kulitnya sakit dan tak bisa digerakkan. Seakan mencengkeram tiap sendi-sendinya.

            “Apa yang terjadi?” Dhimas panik luar biasa. Apalagi saat di kepalanya tumbuh berbatang-batang bayam! Batang-batang bayam itu langsur, melilit leher dan mencekiknya.

            Dhimas tak bisa bernapas. Ia tak bisa berbuat apa-apa karena tangannya sulit digerakkan. Sementara akar-akar itu semakin kuat mencekiknya. Ia mulai tersedak. Ingin menjerit sekuat-kuatnya tapi tak ada suara yang keluar!

***

            Ia merasakan bagai monster. Rambutnya berubah menjadi daun-daun bayam yang lebat, nyaris menutupi wajahnya. Seluruhnya bewarna hijau dan merah. Akar-akar bayam tumbuh subur di seluruh permukaan kulit tubuhnya. Membuatnya merasakan nyeri yang sangat menusuk pori-pori. Yang lebih mengejutkan ia kini tak berada lagi di kamarnya! Tapi di sebuah tanah lapang yang lembab…, kebun bayam! Dan semuanya gelap!

            Tak ada siapapun disini! Kemana semua orang? Dhimas semakin panik. Ia sulit sekali melangkah dengan seluruh tubuh yang ditumbuhi bayam. Rasa dingin menggigiti seluruh sendi-sendinya. Dingin… dingin sekali. Ia pun merasakan dadanya sesak, seperti tercekik.

            “Ibu….? Adri…? kalian dimana? Tolong aku….”

            Seaakan tak ada yang mendengar. Langit bahkan sepi tanpa setitik bintang…. Ia semakin tak bisa bernapas.

***    

            “Bayam mengandung zat nitrat( ). Saat teroksidasi,  akan menjadi  (nitrit). Nitrit adalah senyawa yang tidak berwarna, tidak berbau dan bersifat racun bagi tubuh manusia. Bayam segar yang baru dicabut telah mengandung senyawa nitrit kira-kira sebanyak 5 mg/kg. Bila bayam tersimpan di lemari es selama 2 minggu, kadar nitrit akan meningkat 300 mg/kg. Dengan kata lain dalam 1 hari penyimpanan, senyawa nitrit akan meningkat 21 mg/kg (7%). Efek toksin (meracuni tubuh) yang ditimbulkan oleh nitrit bermula dari reaksi oksidasi nitrit dengan zat besi dalam sel darah merah, tepatnya di dalam haemoglobin (Hb). Ikatan nitrit dengan haemoglobin, disebut methemoglobin, mengakibatkan haemoglobin tidak mampu mengikat oksigen. Jika jumlah methemoglobin mencapai lebih dari 15% dari total haemoglobin, maka akan terjadi keadaan yang disebut sianosis, yaitu suatu keadaan dimana seluruh jaringan tubuh manusia kekurangan oksigen.”

            Samar-samar didengarnya suara. Matanya begitu berat membuka. Rasa dingin yang mengukungnya kini perlahan hilang. Berganti kehangatan yang meresap pelan-pelan.

            “Dhimas?”

            Itu suara Ibu. Dhimas ingin sekali menjerit senang mendengar suara itu lagi.

            Di mana ia kini? Ahh, ia belum bisa bersuara. Tenggorokannya sakit.

            “Dhimas? Kamu sudah siuman, Nak?”

            Samar bayangan Ibu makin jelas terlihat. Dhimas berusaha menggapai… lalu ia merasakan jemari Ibu menyambutnya. Hangat.

***

            Ia sudah siap di meja makan. Ibu membawakan semangkuk besar sayur…, bayam?!

            Dhimas menarik kepalanya, demi melihat isi mangkuk yang disodorkan Ibu.

            “Ayooo…., dicoba dulu! Kamu harus makan bayam, Nak!” tegur Ibu.

            Dhimas tergidik. Apakah Ibu lupa pada apa yang menimpanya kemarin?

            “Bu…? Kemarin…? Bukankah kemarin…??”

            “Ya, kamu pingsan! Siang sepulang sekolah itu, kamu nggak mau makan karena nggak ada telur. Kamu menahan lapar sampai ketiduran. Sorenya saat Adri menjemputmu untuk main bola, kamu ternyata nggak bangun-bangun! Menurut dokter kamu memang kurang darah. Tekanan darah rendah, haemoglobin pun sangat rendah. Ya, nggak perlu heran! Kamu nggak doyan apa-apa kecuali telur… Itu pun hanya telur ceplok! Nggak imbang dengan kebutuhan tubuhmu, Nak,” Ibu mencibir.

            “Tapi… Tapi..??”

            “Harusnya kamu banyak makan daging, hati, bit merah dan bayam… Nah, untuk ukuran kita yang sederhana, ya paling mudah mengkonsumsi bayam. Murah dan sehat. Yaah, telur juga penting. Tapi kamu juga harus makan sayur. Makanya habiskan bayam ini, ya, Nak!

            Dhimas menggeleng. Bukankah kemarin ia baru saja terjebak akibat tergila-gila pada bayam? Tidakk, tidak…!

            “Bu, kemarin Dhimas kecanduan bayam kan? Karena pengen sekuat popeye, supaya Haris takut…! Makanya Dhimas ada di rumah sakit kemarin itu, kan?”

            “Dhimas?? kemarin kamu pingsan karena menahan lapar. Kecanduan bayam? Hehe…, ada-ada aja. Kamu sama sekali belum menyentuh bayam. Ayo lekas dimakan!”

            “Tapi…, suara itu?” Dhimas menatap Ibunya. “Waktu Dhimas baru siuman, Dhimas dengar ada suara orang berkata soal bayam, keracunan dan lain-lain…,”

            Ibu mengusap-usap bahu Dhimas. “Sudahlah…, halusinasimu itu berlebihan. Kamu kayak yang phobia sama bayam, padahal makan pun belum! Ayo dicoba dulu! Paksakan yaa…”

            Ketika Ibu beranjak ke dapur, Dhimas memandang semangkuk sayur bayam yang terhidang di depannya. Ia tergidik. Tidak, aku tidak mau menjadi monster bayam lagi!!!

 

 

 

 

NAMA  :   BEKTI MEGAPURI S

NO       :   5

KELAS  :   XII IPA 5

Tinggalkan komentar